JAKARTA -- Petani menuntut agar pemerintah mendukung sektor pertanian
 dengan membangun industri. Apabila hanya mengandalkan penanaman semata,
 petani sebagai produsen tidak dapat meningkatkan taraf hidup. Petani 
yang tergabung dalam Aliansi Petani Indonesia (API) pun menuntut 
pemerintah agar segera mengevaluasi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) 
terhadap gabah dan beras. 
Sekjen API, Nurdin mengatakan 
pemerintah harus mengubah regulasi terkait pertanian jika ingin meraih 
kedaulatan pangan. Selama ini kebijakan yang muncul dibuat bukan 
berdasarkan kepentingan pertanian, melainkan perhitungan statistik 
semata. "Negara punya logikanya sendiri dan memaksa petani mengikuti 
kebijakan yg dipaksakan," ujarnya saat menghadiri Forum Komunikasi 
Petani Beras Indonesia, Senin (23/12). 
Tanpa kebijakan yang 
tepat, petani dipandang semata alat produksi. Peningkatan kompetensi 
individu kurang didorong agar mereka mempunyai kemampuan membuat nilai 
tambah produk. Akibatnya makin banyak yang  enggan menjadi petani karena
 penghasilan yang didapatkan terbatas. Di Indonesia, sektor pertanian 
masih didominasi angkatan kerja generasi tua. 
Masalah bertambah 
ketika pemerintah meminta petani menggunakan benih hidbrida. Praktisi 
pertanian di Indramayu, Joharipin mengatakan hasil tanam dari benih 
hibrida ditolak oleh tengkulak. Penolakan ini karena beras yang 
dihasilkan kualitasnya rendah. "Berasnya patah-patah, tidak laku 
dijual," katanya dalam forum yang sama. 
Apabila petani dipaksa 
terus menggunakan beras hibrida, tinggal tunggu waktu sampai akhirnya 
petani makin terpinggirkan. Pemerintah bisa mencegah hal ini dengan 
lebih memberdayakan petani dengan membangun industri pertanian agar 
petani bisa menghasilkan benih yang unggul, memproduksi beras dengan 
cara yang baik dan benar, hingga mengetahui bagaimana cara memasarkan 
produknya.
Dengan mempunyai benih yang berkualitas, petani bisa menjual berasnya
 dengan harga lebih baik. Saat ini hanya 20 persen petani padi yang 
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang mumpuni untuk mengembangkan 
lahannya. 
Berdasarkan Sensus Tani 2013, jumlah keluarga petani 
saat ini turun lebih dari 5 juta jiwa. Saat ini  kepemilikan lahan 
rata-rata 0,25 hektare (ha) per bulan kurang dari Rp 500 ribu. 
Pendapatan petani dengan rata-rata kepemilikian 0,25 ha per musim yaitu 
Rp 1.760.052. 
Saat ini dukungan pemerintah terhadap 
kesejahteraan petani dipandang minim. Upaya pemerintah sebatas 
diimplementasikan dalam bentuk penerapan harga dasar gabah dan 
penyerapan oleh Perum Bulog. Namun kenyataannya, pembelian gabah terjadi
 pada saat harga turun, dibawah harga pasar yang ditetapkan pemerintah. 
API juga meminta agar pemerintah melakukan evaluasi Harga Pembelian 
Pemerintah (HPP). 
Kebijakan HPP yang berlaku saat ini hanya 
mengacu pasa satu parameter tunggal. Beras dan gabah dengan kualitas 
apapun harganya relatif sama. Padahal mutu beras yang dihasilkan tidak 
sama antara satu daerah dan daerah lainnya.  Akibatnya industri beras 
dan padi tidak maju. HPP pun tidak mencerminkan kualitas gabah dan beras
 yang beragam. 
"Pemerintah harus memprioritaskan agar pertanian 
bisa menopang perekonomian keluarga petani. Salah satu caranya dengan  
segera lakukan evolusi HPP," ujar Presiden Wahana Masyarakat Tani dan 
Nelayan Indonesia (WAMTI) Agusdin Pulungan. 
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
