CIREBON, - Rancangan Undang Undang (RUU) Kepalangmerahan dinilai tidak akomodatif. RUU yang saat ini sedang dalam pembahasan itu, tidak mengakomodir keberadaan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI).
Diakui Sekjen BSMI Muhammad Rudi, keberadaan BSMI memang sudah diakui bukan hanya di dalam negeri namun luar negeri.
"Namun pengakuan secara tertulis oleh pemerintah sampai saat ini belum ada," katanya menjelang pembukaan Mukernas ke-VI BSMI di Hotel Grage Jumat (6/6/2014).
Secara internasional, BSMI yang pertama kali dipelopori di Turki telah diakui di Jenewa, Swiss. Meski hendak sejajar PMI, semangat BSMi bukan ingin menghilangkan eksistensi PMI.
Dia mengatakan, semangat BSMI memperjuangkan diri sejajar lebih sebagai bentuk kontribusi dalam sosial kemanusiaan.
Menurutnya, tidak diakomodirnya BSMI dalam RUU tersebut akan menjadi salah satu poin pembahasan dalam mukernas.
"Nantinya saran-saran yang muncul akan kami sampaikan kepada pemerintah dan DPR sebagai bahan masukan, termasuk soal nama RUU-nya," jelasnya.
Meski belum ada pengakuan secara tertulis, katanya, BSMI tetap konsisten dalam perjuangan kemanusiaan. "Perjuangan kemanusiaan kan tidak mengenal pengakuan," katanya.
Sejak berdiri tahun 2002, BSMI sudah memiliki 22 mobil ambulan yang disebar di sejumlah daerah. "Kami juga sudah memiliki 2 rumah sakit di Aceh dan Klaten," katanya.
BsmI memiliki beragam program, termasuk program unggulan seperti beasiswa bagi mahasiswa Palestina untuk bersekolah di Indonesia, pelayanan kesehatan ibu dan anak, juga rumah sakit lapangan.
Saat ini bahkan sudah ada 6 mahasiswa asal Palestina yang belajar di Fakultas Kedokteran dan spesialis di sejumlah perguruan tinggi atas biaya BSMI.
Sementara itu, Ketua Panitia Mukernas Wizhar Syamsuri menyatakan, mukernas digelar untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam BSMI. Mukernas diikuti sekitar 180 orang perwakilan dan peninjau dari beberapa universitas.(PRLM).