LURAGUNG – Kuwu Panyosogan, Kecamatan Luragung, Jupriadi, yang baru
menjabat sekitar tiga tahun dilaporkan ke kejaksaan oleh sekdes dan
mantan perangkat desanya dengan dugaan telah melakukan tindak pidana
korupsi. Kedua pelapor tersebut yakni Maulana SAP (50) yang menjabat
sebagai sekdes, dan mantan Kaur Keuangan Desa Panyosogan, Rukesih (45).
Pengaduan tersebut diterima Kasi Intel Kejari Kuningan.
Dalam laporannya ke kejaksaan, Maulana dan Rukesih memapaparkan, di
tahun 2012, desanya menerima bantuan alokasi dana desa (ADD) sebesar
41.442.000. Dana ADD tersebut diterima langsung kepala desa. Dari
anggaran tersebut diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur berupa
pengecatan balai desa sebesar Rp1.483.500. Kemudian pembuatan drainase
atau solokan senilai Rp23.100.000, ditambah uang dari pos retribusi/bagi
hasil pajak daerah sebesar Rp2 juta. Namun kenyatannya meski
anggarannya sudah dialokasikan, pengecatan Balai Desa Panyosogan tidak
dilakukan, dan pembangunan drainase juga diduga di-mark-up.
“Yang sebenarnya anggaran untuk pengecatan dan pembangunan drainase
jika dilakukan secara benar, maka anggaran yang tersisa tidak sebesar
Rp16.519.250. Padahal sebenarnya sisa anggaran tersebut seharusnya
Rp26.638.500. Dengan demikian terdapat kerugian desa sebesar
Rp10.119.250. Atas kejadian ini kami menduga ada upaya memperkaya diri
sendiri yang dilakukan terlapor (kepala desa, red),” tegas Maulana.
Anehnya lagi, sambung Maulana, sisa anggaran Rp16.519.250 diminta
kepala desa dari bendahara desa tanpa dilampiri surat tanda terima.
Seharusnya, sekecil apa pun penerimaan dan pengeluaran harus ada tanda
terimanya. “Ini kepala desa sama sekali tidak mau membuat tanda terima.
Pengambilan uang dari bendahara desa disaksikan aparat desa lainnya.
Kejadiannya tanggal 17 Desember 2012. Saat itu ada Pak Trisko Herdian,
Jaenudin Hidayat, Ini, Sarip Saepudin, Oni Hasani, Iing Ikhsanudin dan
saya sendiri yang menyaksikannya,” papar Maulana diamini Rukesih kepada
Radar, kemarin.
Maulana menambahkan, dalam ADD tahun 2013 terdapat anggaran untuk
biaya pengurukan atau pemadatan jalan yang terletak di sebelah timur
Desa Panyosogan (Dusun III). Berdasarkan informasi yang diperolehnya,
anggaran untuk pengurukan tersebut sebesar Rp8 juta yang kemudian
dibelanjakan 20 dump truck. Diperkirakan harga satu dump truck tersebut
hanya Rp150 ribu, sehingga totalnya Rp3 juta. Artinya, ada potensi
kerugian keuangan sebesar Rp5 juta.
Selain anggaran pengurukan, kata Maulana, juga terdapat alokasi
pengadaan dan pemeliharaan ATK, pemeliharaan kendaraan dinas, dan
perjalanan dinas yang diduga ada unsur memperkaya diri sendiri. “Menurut
aturan, untuk pengeluaran pos perjalanan dinas kepala desa harus
ditandatangani oleh sekretaris desa. Tapi saya selaku sekdes sama sekali
tidak pernah menandatangani surat perjalanan dinas. Entah bagaiamana
caranya kades bisa mendapatkan surat perjalanan dinas yang laporannya
juga diperiksa oleh Inspektorat, sementara saya tidak merasa
menandatangani,” sebut dia.
Oleh karena itu, Maulana dan Rukesih meminta Kejaksaan Negeri
Kuningan untuk segera melakukan tindak penyelidikan dan penyidikan atas
dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kades Panyosogan. “Saya
terpaksa melaporkan Kades karena sudah tidak tahan dengan perilakunya.
Dan selama ini jika Inspektorat melakukan pemeriksaan keuangan ke desa,
tidak pernah ada teguran ke kades. Padahal pada praktiknya, kades
melakukan kesalahan,” tukasnya.
Sementara Rukesih mempertanyakan pemecatan dirinya dari jabatan Kaur
Keuangan Desa Panyosogan. Semula dirinya mengajukan surat pengunduran
diri dari jabatan bendahara anggaran, bukan dari posisi Kaur Keuangan.
“Eh Pak Kades mengeluarkan surat pemecatan saya dari jabatan Kaur
Keuangan. Ini sangat tidak masuk akal, karena saya tidak melakukan
kesalahan. Saya hanya mengajukan surat pengunduran diri dari jabatan
bendahara anggaran. Itu saja,” ucapnya.(rcc)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)