CIANJUR,- Hindari gagal panen saat
musim kemarau, Pemkab Cianjur anjurkan petani untuk menanam palawija
yang lebih membutuhkan sedikit air.
Pasalnya, memasuki musim kemarau, sebagan wilayah di Cianjur Selatan,
areal persawahan seperti Kec. Sindangbarang, Kadupandak, dan Cidaun
sudah mulai retak akibat kemaru. Bahkan, sebagian petani juga sudah
tidak lakukan tanam.
"Memasuki musim kemarau kami memilih tidak lakukan tanam karena
wilayah kami ini kan sawah tadah hujan. Jika di wilayah CIanjur utara
masih ada hujan meski sedikit, kami sejak sebulan lalu tak pernah
hujan," kata Rahmat (52), salah seorang petani Sindangbarang kepada
"PRLM", Rabu (6/8/2014).
Rahmat mengatakan dengan tidak adanya aktifitas tanam padi, sejumlah
petani beralih ke tanaman palawija. Sebagian lain memilih untuk menjadi
buruh serabutan, seperti tukang ojeg musiman atau buruh bangunan.
"Sudah tiap tahun seperti itu. Hanya saja, kami berharapa tahun ini
musim kemarau lebih pendek. Jadi kami lebih cepat bisa tanam kembali.
Tahun lalu yang kemarau panjang membuat kami terpuruk. Menjadi buruh
serabutan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari
karena pendapatan yang tidak tentu," tuturnya.
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kab. Cianjur,
Yanto Hartono mengatakan, hingga akhir Agustus untuk wilayah utara
diperkirakan masih akan ada hujan.
Namun justru masuk September kemarau akan terjadi. "Kalau wilayah
selatan memang curah hujan rendah. Makanya untuk wilayah selatan kami
sarankan petani menanam palawija saja," katanya.
Yanto mengatakan tidak ingin kekeringan yang menyebabkan kegagalan
panen sekitar 987 hektar areal pesawahan di 18 wilayah kecamatan
terulang kembali. Oleh karena itu, antisipasi dengan imbauan ini
dirasakan perlu.
"Peralihan jenis tanaman ini untuk menghindari kerugian petani.
Beberapa wilayah tadah hujan seharusnya sudah beralih seperti beberapa
kecamatan di Cianjur Selatan, misalnya saja di Cempaka, Naringgul,
Sindangbarang, dan Cidaun," ucapnya.
Lebih lanjut Yanto mengatakan Palawija merupakan jenis tanaman yang
mudah beradaptasi dengan alam terlebih saat terjadi musim kemarau.
"Palawija seperti kacang hijau dan kedelai sanggup bertahan dengan
persediaan air yang minim. Bahkan cukup dengan embun saja mereka masih
bisa diproduksi secara baik," katanya.
Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Cianjur mulai fokus melakukan pemetaan daerah berpotensi mengalami
kekeringan.Kepala BPBD Kabupaten Cianjur, Asep Ahmad Suhara mengatakan,
pihaknya belum bisa menyebutkan wilayah mana saja yang terancam
mengalami kekeringan.
Dalam waktu dekat BPBD Kabupaten Cianjur akan berkoordinasi dengan
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura untuk melihat sejauhmana
potensi ancaman kekeringan.
"Kekeringan termasuk dalam bencana, kita segera akan menggelar rapat
koordinasi dengan dinas terkait untuk memetakan wilayah berpotensi
terancam kekeringan. Termasuk juga mencari solusinya nanti seperti apa,"
ucapnya.
Asep memngatakan satu di antara pemecahan masalah di musim kekeringan
seperti saat ini adalah aliran sungai yang mulai mengering sehingga
dampak pertama dirasakan oleh petani yang berakibat tanaman mereka puso.
Puso yang dimaksud, kata Asep, adalah lahan-lahan persawahan yang
biasanya dalam setahun panen 2-3 kali. Artinya, Pemkab Cianjur
memprioritaskan lahan-lahan persawahan normal, bukan tadah hujan.
"Kalau yang daerah tadah hujan itu para petani sudah tahu siklus
curah hujan. Artinya, para petani sudah tahu ketika musim kemarau saat
ini bukan saatnya menanam padi. Tapi begitu mulai hujan, para petani
langsung menanam padi," katanya.
Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Pertambangan (PSDAP) juga mulai
melakukan berbagai upaya antisipasi bersamaan mulai masuknya musim
kemarau.
"Memang saat ini sesuai prediksi sudah mulai memasuki musim kemarau
yang identik dengan kekeringan. Salah satu upaya mengantisipasi
kekeringan yaitu dengan sistem pengairan bergilir di sejumlah irigasi,"
kata Sekretaris Dinas PSDAP Kabupaten Cianjur, M. Rifai.
Rifai mengatkan, wilayah rawan kekeringan yang terpetakan di Dinas
PSDAP Kabupaten Cianjur berada di tengah dan selatan. Rata-rata, wilayah
tersebut merupakan kawasan tadah hujan.
"Salah satunya seperti di Kecamatan Campaka. Untuk membantu pengairan
sawah dan kebutuhan air masyarakat, selain mengandalkan pengairan, kita
juga manfaatkan embung-embung, meskipun itu kewenangan pemerintah
pusat," tuturnya.
Tahun 2013, kekeringan akibat musim kemarau tahun ini yang melanda
Kabupaten Cianjur, setidaknya terjadi di 18 wilayah kecamatan di
Cianjur, yakni Kec. Agrabinta, Kec. Cidaun, Kec. Tanggeung, Kec.
Kadupandak, Kec. Pasirkuda, Kec. Cijati, Kec. Pagelaran.
Kemudian Kec. Sukanagara, Kec. Campaka, Kec. Campakamulya, Kec.
Cibeber, Kec. Cilaku, Kec. Bojongpicung, Kec. Ciranjang, Kec. Cianjur,
Kec. Karangtengah, Kec. Sukaresmi, dan Kec. Haurwangi.
Akibat kekeringan itu sedikitnya 987 hektar areal pesawahan di 18
wilayah kecamatan tersebut terkena dampaknya, mulai dari kategori rusak
ringan sebanyak 424 hektar, rusak sedang seluas 275 hektar, rusak berat
seluas 189 hektare, dan gagal panen atau puso seluas 99 hektar. (PRLM).
Subscribe to:
Post Comments (Atom)